Daerah Tertinggal Perlu Payung Hukum

18-07-2011 / BADAN LEGISLASI

            Badan Legislasi (Baleg) DPR RI berpendapat bagi daerah tertinggal perlunya memiliki suatu payung hukum. Untuk itu, lahirnya Rancangan Undang-undang tentang Percepatan Pembangunan Daerah tertinggal sangat diperlukan untuk mendorong percepatan daerah tersebut dari daerah tertinggal menjadi daerah yang lebih maju.   

            Demikian disampaikan beberapa anggota Baleg saat Rapat Kerja dengan Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) Helmy Faishal Zaini, Senin (18/7) yang dipimpin Wakil Ketua Baleg Sunardi Ayub.

            RUU tentang Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal ini juga masuk dalam Program Legislasi Nasional RUU Prioritas Tahun 2011 yang merupakan usul inisiatif DPR.

            Sunardi mengatakan, RUU ini diperlukan untuk mempercepat proses pembangunan daerah tertinggal, mengingat jumlah daerah tertinggal yang ada di tanah air cukup besar. Untuk itu, Baleg mengundang Menteri PDT yang terkait langsung dengan RUU tersebut untuk menyamakan persepsi terhadap urgensi dari UU dimaksud.

            Sunardi mengatakan latar belakang diusulkannya RUU ini mengingat kenyataan bahwa setiap daerah di wilayah Indonesia memiliki potensi dan tingkat pembangunan yang berbeda-beda, baik secara alamiah maupun terpola mendorong terciptanya perbedaan kualitas pembangunan antar daerah dan capaian tingkat kesejahteraan dan kemakmurannya.

            Selain itu, perbedaan kualitas pembangunan dan capaian tingkat kesejahteraan dan kemakmuran menyebabkan terbentuknya pandangan umum adanya daerah kategori sudah maju dan daerah kategori tertinggal. Keberadaan daerah tertinggal menjadi persoalan dan tantangan tersendiri untuk segera diatasi baik dilakukan secara sektoral maupun kewilayahan.

            Meski RPJM 2004-2009 telah menghasilkan kemajuan dalam mengurangi daerah tertinggal, namun seiring dengan pemekaran daerah, kemajuan daerah tertinggal relatif lambat.

            Selama periode RPJMN 2004-2009, dari 199 kabupaten yang dikategorikan daerah tertinggal terdapat 50 kabupaten menjadi daerah yang maju. Namun, sejalan dengan pemekaran daerah, 34 daerah otonom baru hasil pemekaran, termasuk dalam kategori daerah tertinggal, sehingga total daerah tertinggal pada tahun 2009 sebanyak 183 kabupaten.

            Dengan melihat kondisi itulah, kata Sunardi, DPR memandang perlu kebijakan pembangunan daerah tertinggal yang mengedepankan pendekatan kewilayahan yang bersifat lintas pelaku dan sektor pembangunan, serta perbaikan hubungan kelembagaan antar instansi pemerintah secara vertikal maupun horizontal.

            Saat ini, katanya, definisi daerah tertinggal yang secara formal digunakan oleh pemerintah adalah daerah yang masyarakat serta wilayahnya relatif kurang berkembang dibandingkan dengan daerah lain dalam skala nasional.

            Definisi mempengaruhi sasaran percepatan pembangunan, sehingga satuan kewilayahan perlu dilihat kembali relevansinya mengingat ketertinggalan juga terjadi dalam satuan wilayah terkecil yaitu pedesaan.

            Dalam kesempatan tersebut, Menteri Negara PDT  Helmy Faishal Zaini mengatakan, pihaknya menyambut baik dibahasnya RUU tentang Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal. Daerah tertinggal memang diperlukan suatu payung hukum, karena kalau hanya mengandalkan APBD daerah saja akan sulit rasanya daerah tersebut dapat cepat terentaskan.

            Kondisi daerah yang ada sekarang, 70 persen APBD nya hanya untuk membiayai belanja pegawai dan sisanya yang hanya 30 persen itulah untuk biaya pembangunan.

            Helmy menambahkan, kita akan menemukan tiga realitas bagi suatu daerah tertinggal yaitu tingginya angka kemiskinan, tingginya kesenjangan dan banyaknya pengangguran.

            Untuk itu, lahirnya UU ini merupakan harapan besar bagi daerah tertinggal guna menyongsong program-program ke depan. Bagaimanapun juga daerah tertinggal ini juga memiliki potensi yang tidak kalah jika dibandingkan dengan daerah maju. Hanya saja, daerah ini belum memiliki kesempatan untuk mengolah potensi daerahnya dengan baik karena keterbatasan anggaran.

            Pihaknya, kata Helmy, siap melakukan pembahasan lebih lanjut dan segera membentuk tim yang ditugaskan untuk dapat membahas  lebih mendalam. (tt)   

BERITA TERKAIT
Revisi UU Minerba, Demi Kemakmuran Rakyat dan Penambangan Berkelanjutan
25-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Badan Legislasi DPR RI, Edison Sitorus, menyampaikan pandangannya mengenai revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (UU...
RUU Minerba sebagai Revolusi Ekonomi untuk Masyarakat Bawah
23-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Aqib Ardiansyah menilai filosofi dasar dari penyusunan RUU tentang Perubahan Keempat...
RUU Minerba: Legislator Minta Pandangan PGI dan Ormas soal Keadilan Ekologi
23-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Muhammad Kholid mengapresiasi masukan yang disampaikan Persatuan Gereja Indonesia (PGI) terkait...
RUU Minerba Jadi Perdebatan, Baleg Tegaskan Pentingnya Mitigasi Risiko
23-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Deputi Eksternal Eksekutif Nasional WALHI, Mukri Friatna, menyatakan penolakan terhadap wacana perguruan tinggi diberikan hak mengelola tambang...